1. Jelaskan perbandingan
cyberlaw, computer act Malaysia, council of Europe convention on cyber crime
2. Jelaskan ruang lingkup UU no.
19 tentang hak cipta dan prosedur pendaftaran HAKI
3. Jelaskan tentang UU no. 36
tentang telekomunikasi dan keterbatasan UU telekomuikasi dalam mengatur
penggunaan teknologi informasi
4. Jelaskan pokok-pokok pikiran
dan implikasi pemberlakuan UU ITE tentang informasi dan transaksi elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (peraturan Bank Indonesia tentang internet
banking)
Jawab
1.CyberLaw
Cyber Law adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada hukum yang
tumbuh dalam medium cyberspace. Cyber law merupakan sebuah istilah yang
berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional,
dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke
dalam sebuah jaringan. Didalam karyanya yang berjudul Code and Other Laws of
Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama regulasi internet,
yaitu:
• Law (Hukum) East Coast Code (Kode Pantai
Timur) standar, dimana kegiatan di internet sudah merupakan subjek dari hukum
konvensional. Hal-hal seperti perjudian secara online dengan cara yang sama
seperti halnya secara offline.
• Architecture (Arsitektur)West
Coast Code (Kode Pantai Barat), dimana mekanisme ini memperhatikan parameter
dari bisa atau tidaknya informasi dikirimkan lewat internet. Semua hal mulai
dari aplikasi penyaring internet (seperti aplikasi pencari kata kunci) ke
program enkripsi, sampai ke arsitektur dasar dari protokol TCP/IP, termasuk
dalam kategori Norms (Norma)Norma merupakan suatu aturan, di dalamλregulasi
ini. setiap kegiatan akan diatur secara tak terlihat lewat aturan yang terdapat
di dalam komunitas, dalam hal ini oleh pengguna internet.
• Market (Pasar)Sejalan dengan
regulasi oleh norma di atas, pasar juga mengatur beberapa pola tertentu atas
kegiatan di internet. Internet menciptakan pasar informasi virtual yang
mempengaruhi semua hal mulai dari penilaian perbandingan layanan ke penilaian
saham.
Computer Crime Act (Malaysia)
Pada tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU
Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga
perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. The
Computer Crime Act mencakup, sbb:
• Mengakses material komputer
tanpa ijin
• Menggunakan komputer untuk
fungsi yang lain
• Memasuki program rahasia orang
lain melalui komputernya
• Mengubah / menghapus program
atau data orang lain
• Menyalahgunakan program / data
orang lain demi kepentingan pribadi
Council of Europe Convention on Cyber Crime
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime),
yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian
internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang
dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan
kerjasama internasional. berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana. Council of Europe
Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh
negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama
internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional
pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer
lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang
berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan
jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti
pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah. Tujuan utama adanya konvensi
ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk
perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi
nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan
kerjasama internasional. Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk:
• Harmonisasi unsur-unsur hukum
domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di
bidang kejahatan cyber.
• Menyediakan form untuk kekuatan
hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan
tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan
menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan bentuk elektronik
• Mendirikan cepat dan efektif
rezim kerjasama internasional. Jadi, Perbedaan dari ketiga di atas yaitu :
Cyberlaw merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu,
dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut.
Jadi, setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri. Sedangkan Computer Crime Law
(CCA) Merupakan Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di
Malaysia. dan Council of Europe Convention on Cybercrime Merupakan Organisasi
yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia
Internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di
seluruh dunia. jadi perbedaan dari ketiga peraturan tersebut adalah sampai di
mana jarak aturan itu berlaku. Cyberlaw berlaku hanya berlaku di Negara
masing-masing yang memiliki Cyberlaw, Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku
kepada pelaku kejahatan cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council
of Europe Convention on Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime
yang ada di seluruh dunia.
2. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam
Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19
Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal
1 ayat 1).
Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini
berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik
hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI.
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang
mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat
oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI
diatur dalam bab 4, pasal 35-44.
3. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 yang brisikan
azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan,
sangsi administrasi dan ketentuan pidana. Namun kita perlu mengetahui juga
adakah keterbatasan UU telekomunikasi tersebut dalam mengatur penggunaan
teknologi informasi. Kemudian Dalam UU
No.36/1999 Pasal 3, disebutkan bahwa “Telekomunikasi diselenggarakan dengan
tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa”.
Dan selain itu ada juga dalam UU No.36/1999 Pasal 26 tersebut juga disebutkan bahwa "Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang
diambil dari presentase pendapatan". Mengenai susunan dan besaran tarif
penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dimaksud dalam UU 36/1999
ditetapkan berdasarkan formula yang diatur dalam PP No.52/2000 dan PERMEN
KOMINFO No. 12/2006 sebagai peraturan pelaksana UU tersebut
4. Pokok-Pokok Pikiran dalam RUU
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Kemajuan spektakuler di bidang
teknologi komputer berupa internet berdampak besar pada globalisasi informasi
yang menjadi pilar utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi
informasi selalu menghadapi tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang
perlu dpelajari agar bisa menjawab tantangan baru yang selalu mucul dalam kurun
waktu yang sangat cepat.
Hukum lahir menyertai
perkembangan masyarakat untuk menjamin adanya ketentraman hidup bermasyarakat.
Demikian halnya dengan hukum perdangangan internasional yang berbasis teknologi
informasi, setiap transaksi elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang baru yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik Np. 11
tahun 2008.
Pokok pikiran dalam UU Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini :
Pasal 8 Pengakuan Informasi
Elektronik
Pasal 10 Tanda tangan
Pasal 11 Bentuk Asli &
Salinan
Pasal 12 Catatan Elektronik
Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman
Elektronik
TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat
dalam Pasal-pasal berikut ini :
Pasal 14 Pembentukan Kontrak
Pasal 15 Pengiriman dan
Penerimaan Pesan
Pasal 16 Syarat Transaksi
Pasal 17 Kesalahan Transkasi
Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
Pasal 19 Waktu dan lokasi
pengiriman dan penerimaan pesan
Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan
dan Pemeriksaan
Pasal 21 Catatan Yang Dapat
Dipindahtangankan
Dari Pasal–pasal diatas, semua
adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian
informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
Implikasi Pemberlakuan RUU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE)
Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UU
ITE, UU ITE mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 21 April 2008. Hal
ini sesuai dengan Pasal 50 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
PErundang-undangan bahwa peraturan perundang-undangan muali berlaku dam
mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangakan, kecuali ditentukan lain
dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, ketentuan pidana
dalam UU ITE sudah langsung dapat dijalankan tanpa perlu menunggu Peraturan
Pemerintah. Akan tetapi, jika Pasal-psal yang dirujuk oleh Pasal 45 samapi
Pasal 51 tersebut memerlukan pengaturan lebih lanjut ke dalam Peraturan
Pemerintah, maka Pasal-pasal tersebut menunggu adanya Peraturan Pemerinta,
tidak harus emnunggu selama 2 tahun, melainkan sejak diterbitkannya Peraturan
Pemerintah. sebaliknya, jika pasal-pasal yang di rujuk Pasal 45 sampai Pasal 51
tersebut tidak memerlukan pengaturan dalam bentuk Pengaturan Pemerintah,maka
tindak pidana dalam UU ITE tersebut dapat langsung dilaksanakan
Refrensi :